Pendidikan yang memerdekakan dan merdeka belajar ibarat dua sisi mata uang. Masyarakat mulai mengenal istilah merdeka belajar dan pendidikan yang memerdekakan sejak tahun lalu (2020) yang lalu. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menetapkan program peningkatan mutu pendidikan melalui Program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan. Program Kemdikbud ini sempat meninggalkan tanda tanya karena bersamaan dengan edaran yang justru mengijinkan penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran menjadi RPP 1 lembar atau RPP 1 halaman. Seolah tersirat makna ‘kebebasan’ namun tidak/belum jelas arahnya.

Sejak pemerintah menerapkan K2006 dan juga K2013, sekolah sebagai penyelenggara layanan pendidikan seharusnya sudah melaksanakan layanan pendidikan yang memerdekakan. Namun kenyataannya, hingga saat ini belum terwujud. Apa maksud pendidikan yang memerdekakan? Dan apa pula maksud merdeka belajar itu? Rekan guru hebat … mari cari tahu lebih dalam.

pendidikan yang memerdekakan
pendidikan hanyalah tuntunan

Pendidikan Merdeka Menurut Ki Hajar Dewantara

Esensi pendidikan yang memerdekakan sesungguhnya berakar dari buah pikiran Pahlawan Pendidikan Suwardi Suryaningrat. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan itu hanyalah tuntunan dalam hidup dan tumbuhnya anak-anak. Anak sebagai makhluk manusia dan benda hidup sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Beliau juga mengatakan bahwa pendidik hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan-kekuatan itu agar dapat memperbaiki lakunya, bukan dasarnya.

pendidikan yang memerdekakan
Pendidikan yang memerdekakan

Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Pendidik hanya dapat menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak / siswa / peserta didik. Pendidik harus menyadari bahwa guru / pendidik tidak dapat mengganti / mengubah kodrat dasar masing-masing.

“Pendidikan merdeka itu berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup – tumbuhnya budi pekerti (rasa, pikiran, roh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan jangan disertai perintah dan paksaan.”

Ki Hajar Dewantara

Pengertian Pendidikan yang Memerdekakan

Pendidikan yang memerdekakan memiliki makna sebagai usaha, proses, cara, perbuatan, pengajaran sekolah dan guru menuntun anak/siswa agar mereka dapat maju dan berkembang sesuai kodrat masing-masing anak. Guru / pendidik mencari tahu kodrat dan karakteristik peserta didik dan menggunakannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Kodrat tiap siswa mencakup potensi minat dan bakat, karakteristik, kebutuhan belajar, tahap perkembangan, capaian pembelajaran. Dunia pendidikan internasional mengenali pendidikan yang memerdekakan dengan istilah pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Sekolah dan guru yang melaksanakan pendidikan yang memerdekakan kepada anak/peserta didik dalam belajar berarti membuat anak/siswa bebas belajar tanpa tekanan-tekanan sesuai kodrat dan karakteristik mereka. Dengan kata lain anak / peserta didik memperoleh kemerdekaan dalam belajar.

Anak / peserta didik mengalami situasi merdeka belajar ialah ketika guru menuntun mereka belajar menurut karakteristik dan kodrat yang menjadi ‘kekuatan’ baginya.

Tahapan Pelaksanaan

Guru dan pihak sekolah yang akan menyelenggarakan Pendidikan yang memerdekakan mengikuti siklus dasar sebagai berikut:

  1. Asesmen

Asesmen ialah aktivitas guru atau pendidik mengenal dan mengidentifikasi koodrat dan karakteristik anak / peserta didik, mengetahui hambatan, kemajuan belajar dan tingkat perkembangan. Dan pada akhir proses pembelajaran guru melakukan asesmen untuk menentukan capaian pembelajaran.

Sebelum merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, guru perlu membuat asesmen diagnostik, baik asesmen diagnostik kognitif maupun asesmen diagnostik non kognitif. Pendidik melakukan asesmen diagnostik non kognitif untuk mengumpulkan data-data seperti minat, bakat, hobi, kebutuhan belajar / gaya belajar dan lain-lain. Sedangkan asesmen diagnostik kognitif mengumpulkan data tentang level / tingkat capaian peserta didik sebelum pembelajaran.

Guru melaksanakan asesmen formatif sebelum pembelajaran, sepanjang proses pembelajaran maupun sesudah pembelajaran berakhir. Asesmen ini bisa dalam berbagai bentuk yang dapat mengumpulkan data-data kekhawatiran, hambatan, kekuatan dan pencapaian peserta didik dalam belajar. Asesmen formatif juga mengumpulkan refleksi peserta didik maupun guru / pendidik sendiri tentang pelaksanaan proses pembelajaran.

Pada akhir proses pembelajaran guru melaksanakan asesmen sumatif, sebagai proses evaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran.

2. Perencanaan

Setelah berhasil mengidentifikasi potensi, karakteristik, tingkat capaian, kemampuan, maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan data asesmen kita. Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan mengistilahkan RPP ini sebagai modul ajar.

Perencanaan ini juga termasuk pengelompokkan peserta didik dalam tingkat yang sama. Dengan penyusunan pembelajaran yang sesuai dengan capaian ataupun tingkat kemampuan peserta didik ini, maka kita menempatkan peserta didik sebagai pusat utama
pembelajarannya, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara

3. Pembelajaran

Praktek Pendidikan yang Memerdekakan

Pembelajaran dalam konteks pendidikan yang memerdekakan dan berpusat pada peserta didik Kepala Sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus berperan memfasilitasi terlaksananya interaksi guru dan peserta didik. Menyediakan kelas belajar baik tatap muka di kelas maupun ruang tatap maya dalam pembelajaran blended adalah kewajibannya.

Sekolah dan guru berkewajiban memfasilitasi agar merdeka belajar dan pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat terwujud. Praktek merdeka belajar dan pendidikan yang memerdekakan akan kita kupas lagi pada posting selanjutnya.

Media Belajar Pendidikan Paradigma Baru

Pelaksanaan pendidikan yang memerdekakan sarat dengan aktivitas melibatkan guru, siswa dan proses serta konten belajar. Sering melibatkan asesmen diagnostik, formatif maupun sumatif. Asesmen memungkinkan guru mengidentifikasi kodrat dasar yang berbeda-beda. Dalam rangka mengidentifikasi karakteristik dan kodrat dasar siswa banyak ahli menyarankan penerapan instrumen asesmen dalam berbagai bentuk pernyataan dan pertanyaan. Sangat penting bagi unsur manajemen untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan media yang tepat. Media yang sangat kaya fitur adalah menggunakan media elektronik / digital. Jika media digital belum tersedia, sekolah dan guru masih dapat menggunakan media konvensional.

Belakangan ini pendidik dapat menggunakan berbagai jenis media elektronik / digital. Salah satu yang menurut hemat saya sangat memadai untuk media merdeka belajar dan pendidikan yang memerdekakan ialah Moodle. Aplikasi ini sangat kaya dengan fitur-fitur yang dapat mendukung pelaksanaan merdeka belajar dan pendidikan yang memerdekakan.

Demikian bahan diskusi kita pendidikan yang memerdekakan. Semoga bermanfaat untuk kita …. Semangat !!!

Diolah dari Materi Pelatihan Komite Pembelajaran Sekolah Penggerak SMK Pusat Keunggulan.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.